Selasa, 28 Agustus 2018


ASAL USUL SEJARAH KOTA LAMONGAN


Dulu Lamongan merupakan pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan Kambang Putih ( Tuban ). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat ramai, sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.
Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, di Lamongan berkembang Kerajaan kecil Malawpati (kini dusun melawan desa Kedung Wangi Kecamatan Sambeng) dipimpin Raja Agung Anglingdarma dibantu Patih Sakti Batik Madarin termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini, masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma di dusun tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat Kota Bojonegoro sekarang.
waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350-1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini diseut Daerah Swantatra Pamitan di bawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk ( Petilasan desa Pmotan kecamatan Sambeng ), sebelumnya.
Menurut buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pangkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa ( desa Blawi Karangbinangun ), di Paciran ( Sendang Duwur Paciran ), di Klupang ( Lopang Kemangbahu ) dan di Luwansa (Desa Lawak Ngimbang ).
Menjelang keruntuhan Mojopahit tahun 1478 M, Lamongan saat itu di bawah kekuasaan Kerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh Demung, bertempat di sekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Kekuasaan Mojopahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Wijaya V di Glagahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah (Raden Patah) 1500 sampai 1518, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518 sampai 1521 M, Sultan Trenggono 1521 samai 1546M.
Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis depan melawan tentara pendudukan Belanda, Perencanaan serangan 10 Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi Kyai Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur angsur bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam pangentasan banjir. Dulu ada pameo “Wong Lamongan nek Rendeng gak iso ndodok, nek ketigo gaiso cewok” tapi kini diatasi dengan semboyan dari Sunan Drajat, derajate para Sunan dan Kyai “Memayu Raharjaning Praja” yang benar-benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam mensejahterakan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat “Menehono mangan marang wong kang luwe, menehono payung marang wong kang kudanan, menehono teken marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho”

Wisata di Kabupaten Lamongan yang menonjol selama ini menjadi Ikon Wisata Bahari Lamongan (Lamongan Ocean Tourism Ressort). Lamongan Intregated Sharebased, Proyek Pelabuhan Rakyat, dan Proyek Lapangan Terbang dan Eksplorasi Minyak Balong Wangi Sarirejo, memungkinkan datangnya investasi baik dari dalam negeri maupun investor luar negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sengkaling Kuliner "SEKUL"

Taman Rekreasi Sengkaling Sudah pada tahu belum ? UMM juga punya tempat wisata sendiri loh. Kalian tahu gak seperti apa tempat wisata ...